
Penulis: Jay Y. Kim
Harga: Rp78.000
DESKRIPSI ISI BUKU
APA ARTINYA MENJADI SEBUAH GEREJA ANALOG DALAM ERA DIGITAL?
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia digital telah mengambil alih masyarakat kita hampir di setiap tataran, dan gereja juga mengikuti arus ini – sering kali dalam cara yang tidak kita pahami sepenuhnya. Namun, seiring dengan budaya yang secara umum mulai menerapkan batasan dunia digital, sudah waktunya bagi gereja untuk bertindak tegas. Apakah gereja daring, penggunaan video, dan pencahayaan yang lebih semarak adalah masa depan gereja yang sebenarnya? Bagaimana dengan dampak era digital pada kemuridan, komunitas, dan Alkitab?
Sebagai seorang pendeta di Silicon Valley, Jay Kim telah mengalami gereja digital dengan segala kemegahannya. Dalam Analog Church, ia bergumul dengan dampak-dampak gereja digital; mulai dari ibadah kita dan pengalaman komunitas Kristen, hingga cara kita memaknai Kitab Suci dan sakramen. Mungkinkah dalam upaya kita untuk menjadi relevan dengan era digital saat ini, kita telah mulai mengesampingkan hal-hal penting yang sangat dibutuhkan oleh zaman ini: transendensi? Mungkinkah cara terbaik untuk menjangkau generasi baru sebenarnya ditemukan dalam jalan yang tak lekang oleh waktu? Mungkinkah dalam inti kehidupannya, gereja selalu bersifat analog?
“Alih-alih terus beradaptasi dan menyetujui, [Jay Kim] memanggil kita untuk keluar dari persembunyian di balik dinding-dinding digital kita, untuk menjembatani perpecahan digital, dan untuk menjadi manusia dengan sesama kita dalam waktu yang nyata, ruang yang nyata, dan cara yang nyata. Dia mengundang kita untuk bergerak melampaui relevan menuju transenden.”
—Ruth Haley Barton, penulis dari Sacred Rhythms
PUJIAN
“Seperti orang tua yang penuh kasih dengan penuh pertimbangan melakukan riset penggunaan teknologi dan dampaknya bagi anak-anak mereka, para pemimpin gereja harus melakukan hal yang sama untuk orang-orang yang Yesus percayakan kepada kita. Terlalu sering kita melompat ke dalam tren terkini dan apa saja yang terlihat paling atraktif di permukaan, tanpa banyak pemikiran yang bijak. Gereja Analog adalah sebuah panggilan untuk bangun, dan menanyakan kepada kita banyak pertanyaan yang berat dan kita butuhkan – apakah ketergesaan kita dalam menggunakan berbagai bentuk teknologi baru yang ada itu membantu atau menyakiti pemahaman orang-orang akan Allah, ibadah, gereja, dan diri mereka sendiri. Dalam dunia yang dipenuhi dengan hal-hal digital, di mana generasi baru dibombardir dan dibenamkan dalam digital, kita benar-benar perlu masuk ke dalam analog. Gereja Analog menunjukkan kepada kita bagaimana caranya.”
— Dan Kimball, direktur dari the ReGeneration Project dan penulis dari They Like Jesus but Not the Church
“Terkadang buku terbaik tentang masa depan melibatkan mereka yang memulai dengan menengok ke belakang. Dalam karya yang sangat penting ini, Jay mengingatkan kita akan visi Allah untuk gereja sebagai tali pengukur tegak lurus bagaimana kita memandang dan memanfaatkan teknologi. Dalam proses menjadikan digital sebagai hamba dari analog, kita sedang bergerak ke arah yang benar. Membalikkan posisi dua hal ini memimpin kita pada sesuatu yang pada dasarnya sangat berbeda daripada panggilan perjalanan mendalam yang Tuhan berikan kepada setiap kita. Gereja selalu hadir untuk menantikan kita ketika hal-hal yang lain gagal untuk menghidupkan kerinduan terdalam kita untuk transenden. Buku ini adalah peta menuju hal itu.”
— Nancy Ortberg, CEO dari Transforming the Bay with Christ dan penulis dari Looking for God
“Adalah sebuah perhitungan yang meleset dan suram ketika gereja hari ini berpikir relevansi bergantung pada kemampuan kita untuk mengejar kecepatan, kilau, dan hype dari dunia teknologi kita. Era kita yang ingar-bingar dan penuh keresahan tidak membutuhkan sebuah gereja yang ingar-bingar dan penuh keresahan. Era kita yang terpoles sempurna untuk Instagram tidak membutuhkan gereja yang di-photoshop dan tidak autentik. Dunia kita yang terlalu letih karena teknologi tidak membutuhkan gereja yang terobsesi pada teknologi. Gereja Analog karya Jay Kim memahami hal ini, dan menyajikan argumen yang meyakinkan akan tindakan gereja yang paling radikal di dunia hari ini: bukan untuk menjadi trendi, terus berubah bentuk, peniru seperti bunglon, tetapi untuk menjadi komunitas transenden yang berpusatkan pada Kristus, dengan perbedaan dari dunia yang menjadikannya berbeda.”
— Brett McCracken, editor senior di The Gospel Coalition dan penulis dari Uncomfortable: The Awkward and Essential Challenge of Christian Community